Kamis, 09 Januari 2014

PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA MONOPOLISTIK UNTUK RAKYAT TANPA LAWAN KOMPETITOR TANDANG


Perusahaan listrik negara yang monopolistik untuk kepentingan rakyat banyak tanpa lawan kompetitor yang tandang kuat, nah inilah jadinya saat ini. Perusahaan raksasa ini yang besar jaringannya masuk ke seluruh desa penjuru nusantara, sesuai konstitusi untuk melayani kepentingan publik. Lantas kenapa kepentingan publik yang terhempas, kenapa lebih mementingkan mafia asosiasi perusahaan cap inkubator TKDN, kenapa mengabaikan jadwal ketat penyelesaian proyek agar dapat menghemat ratusan trilyun rupiah devisa negara, kenapa mengabaikan efisiensi pembangkit dengan jaminan "performnce guarantee pembangkit".

Ketika PT TELKOM dihadapkan oleh lawan-lawan kompetitor yang tandang seimbang, maka sungguh beruntunglah rakyat republik ini, pelayanan jasa telekomunikasi dan data semakin baik dan terjangkau. Hampir semua inti teknologi telekomunikasi itu hi-tech dan tipikal plug-in play, sehingga mafia industri inkubator TKDN tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi ini yang terus up-to-date. Pembuktiannya sederhana, mari kita jujur melihat PT Industri Telekomunikasi Indonesia. Jujur itu hebat kata KPK, demikian juga ketika Amerika dan Eropa  terperangah atas kemajuan teknologi manufaktur China, maka seharusnya bangsa ini turut bersyukur ada bangsa China yang mempersembahkan dunia telekomunikasi yang terjangkau. Seperti saat ini saya memakai hape android China seharga Rp 1 juta pas dengan fasilitas email dan online yang cepat, lantas kenapa saya harus membeli merk seharga Rp 5 juta dengan kecepatan dan kwalitas tidak jauh berbeda.

Banyak yang mengatakan bahwa kondisi perusahaan listrik negara ini memang sengaja dibuat atau direkayasa seperti saat ini agar pundi-pundi investasi dana raksasa ratusan trilyunan rupiah mudah diatur oleh penguasa politik dan mafia industri cap inkubator TKDN. Karena modus-modus pembobolan lewat perbankan nasional itu lebih menggiurkan para koruptor cerdas seperti halnya pembobolan bank Century atau BLBI silam. Lantas bagaimana agar perusahaan negara ini mempunyai lawan tandang yang seimbang sementara swasta IPP yang diharapkan uangnya banyak sami mawon tidak berkwalitas khususnya untuk luar Pulau Jawa. 

Saya yakin sudah banyak kajian-kajian tentang restrukturisasi perusahaan negara ini, namun mungkin semuanya masuk tong sampah. 
        
  

1 komentar:

  1. http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2017/06/15/715911/fadli-zon-pencabutan-subsidi-listrik-menurunkan-daya-beli-masyarakat
    Fadli Zon: Pencabutan Subsidi Listrik Menurunkan Daya Beli Masyarakat
    Metrotvnews.com, Jakarta: Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencabut subsidi bagi pelanggan R-1 atau 900 VA. Kebijakan itu mulai diterapkan secara bertahap sejak Januari tahun 2017.

    Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan, pencabutan subsidi listrik bagi 18,7 juta rumah tangga pelanggan R-1 atau 900 VA, membuat hidup masyarakat semakin menderita. Dia menganggap pemerintah tak peka terhadap kondisi rakyat.
    Ditambah lagi kenaikan tarif listrik ini dilakukan tanpa proses sosialisasi, persetujuan atau konsultasi dengan DPR. Semua dilaksanakan secara sepihak oleh pemerintah.

    “Pemerintah tak peka terhadap kondisi masyarakat dan terkesan tidak memikirkan dampak ekonomi yang bisa ditimbulkan oleh kebijakan tersebut. Di tengah lesunya perekonomian, kebijakan pencabutan subsidi itu justru akan makin memperlemah pertumbuhan ekonomi.” kata Fadli dalam keterangan tertulis, Kamis 15 Juni 2017.

    Politikus Gerindra itu mengungkapkan, pencabutan subsidi akan berdampak pada daya beli masyarakat yang tentunya pasti mengalami penurunan. Padahal, Produk Domestik Bruto (PDB) kita ini 54-56 persen disumbang oleh konsumsi domestik.

    Melemahnya daya beli masyarakat dapat dilihat pada kuartal pertama 2017. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami penurunan, hanya mencapai 4,8 persen, lebih rendah dibanding kuartal yang sama tahun lalu
    "Padahal konsumsi rumah tangga ini merupakan kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi," ungkap dia.

    Bukti lain turunnya daya beli dapat dilihat saat ini, jelang Hari Raya Idul Fitri. Fadli menyebutkan, tingkat konsumsi masyarakat saat ini hanya mencapai 10 hingga 15 persen saja. "Sangat rendah, tak ada peningkatan berarti," tegas dia.

    Tak hanya sampai disitu, turunnya daya beli masyarakat otomatis pada sketor industri. Fadli menyebutkan, lemahnya daya konsumsi masyarakat akan membuat ekspansi bidang bisnis menjadi terkendala dan ujungnya membuat perekonomian jadi stagnan.

    "Saya mendengar sendiri bahwa sejak beberapa bulan lalu para pengusaha, baik yang bergerak di sektor properti, otomotif, maupun ritel, sudah mengeluhkan penurunan daya beli masyarakat ini," sebut dia.

    BalasHapus