Selasa, 24 Desember 2013

(7) KRISIS ENERGI LISTRIK LUAR PULAU JAWA


Saya teringat 25 tahun silam tepatnya tahun 1988, ketika saya baru lulus S1 teknik elektro bekerja sebagai supervisi pembangunan interface mine mouth power plant PLTU 60 MW di Sumatera Selatan. Belum ada regulasi TKDN atau mungkin baru mulai, tetapi yang saya ingat bahwa electrical engineer dari PLTU itu dari Perancis yang sangat teliti, sedangkan vendor engineer dari mine mouth coal feeder berasal Jepang asli. Boiler dan Turbine adalah paket yang disuplai dari kontraktor EPC Perancis, tidak ada cerita nekad pake turbine-generator bekas. Jadwal penyelesaian sangat ketat, main contractor dari Perancis tetapi subkon untuk aux BOP dari kontraktor lokal Indonesia, saya ingat testing commissioning OK, jadwal terpenuhi tidak ada delay.

Tetapi 23 tahun kemudian tepatnya tahun 2011, saya tetap jadi tukang insinyur mengawasi pembangunan PLTU 50 MW di Sumatera yang dikerjakan oleh kontraktor EPC lokal Indonesia, apa progress regulasi TKDN ? Proyek ini termasuk program 10.000 MW, tetapi terlambatnya luar biasa, terus kontraktornya berhenti di tengah jalan, kehabisan uang. Kok bisa ? Dulu ngitung proyeknya gimana ? Kok ngabur kontraktor kwalitas cap TKDN ini ? 

Dari sisi perencanaan sudah OK menggunakan vendor boiler turbine dari China secara paket kontrak suplai dan testing commissioning. Jadi proses menjahitnya siap dipadukan karena engineeringnya sudah satu paket. Tetapi dari sisi main contractor-nya hancur lebur. Kenapa kwalitas kontraktor EPC lokal ini bisa dipakai? Jawabannya cuma satu, gara-gara mafia regulasi TKDN. Bangsa ini suka main judi untuk pelayanan publik yang vital, yakni kebutuhan energi listrik. Tetapi oknum pemilik kontraktor EPC itu sudah makin kaya raya, dan kenapa lepas dari jangkauan hukum ? 

Saya bukan orang yang anti TKDN, tetapi evaluasi TKDN itu harus dilakukan demi penghematan biaya pembangunan, jangan sampai regulasi TKDN dimanfaatkan untuk membobol uang rakyat dan TKDN dipakai sebagai tameng kapitalisme asing. Jika negara dapat menghemat dan membeli murah di pasaran dunia, kenapa kita memaksa produk TKDN yang membuat derita publik berkepanjangan?

Jika BBM fosil sudah impor dan negara harus membayar mahal subsidi, kenapa negara melindungi industri ATPM otomotif yang menjadi monster pemakan devisa negara? Ke depan derita publik akan lebih menyakitkan akibat makin mahalnya harga BBM ditambah regulasi TKDN ini dijaga mafia-mafia di pemerintah dan legislatif. Dengan kata kunci TKDN, maka seperti sulap sim salabim, semua bisa diatur, tinggal menunggu waktu kehancuran.  

  
E-BOOK GRATIS 115 HALAMAN :
MUDAH-MUDAHAN BERGUNA UNTUK SEMUANYA : CALEG DPR/DPRD, PENGAMAT KEBIJAKAN PUBLIK, PENGAMAT ENERGI, INSINYUR MUDA, BUPATI, GUBERNUR, WALIKOTA, PEMBUAT PELAKSANA KEBIJAKAN PUBLIK, PENYIDIK DAN PENEGAK HUKUM :

CLICK COVER DEPAN E-BOOK INI :
https://drive.google.com/file/d/0B3NuRG2hANhaU3BvZmJncEJYRW8/edit?usp=sharing

 https://drive.google.com/file/d/0B3NuRG2hANhaY21JQlFWM01HRnM/edit?usp=sharing

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar