Rabu, 25 Desember 2013

(8) BERLINDUNG DIBALIK KETIAK "TKDN" SELAMA 30 TAHUN MEMBUAT BANGSA TETAP PECUNDANG


Memang indah cita-cita industri berlandaskan TKDN, ingin melindungi industri nasional, tetapi kalau selama 30 tahun tidak bisa mencapai TKDN 100% , tidak bisa go internasional contract, tidak bisa bersaing dengan standar internasional, tidak bisa bersaing dengan kelas kontraktor EPC global. Lantas harus melaksanakan proyek 10.000 MW, dengan standar kontrak nasional yang semuanya bisa diatur dibawah meja, diatur di legislatif dan eksekutif, diatur oleh mafia asosiasi industri / jasa konstruksi dengan SULAP TKDN. Apa yang terjadi ? Bank Nasional sudah mengucurkan dana, proyek terlambat, kontraktor berhenti, jika didenda pun , maka negara telah rugi, rakyat menjadi korban. Bangsa ini susah berkaca diri, bahwa susah dicari kontraktor EPC nasional untuk pembangkit PLTU yang mempunyai standar kontrak internasional.

Mestilah berkaca kenapa Bank Dunia, ADB, Jepang, atau Eropa zaman Pak Harto dulu, begitu ketat mempersyaratkan kelas kontraktor EPC yang dapat mengerjakan PLTU. Kalau dulu, semua progres dan kwalitas akan diaudit oleh auditor internasional, lantas seharusnya proyek 10.000 MW ini juga diaudit secara internasional, bagaimana?

Pada saat ini, saya melihat persyaratan TKDN untuk energi terbarukan khususnya sel surya fotovoltaik begitu ingin melindungi industri sel surya nasional. Cita-cita yang baik, tetapi apakah akan bernasib sama dengan proyek pembangkit 10.000 MW? Mesti dibatasi waktu, kapan sel surya made in Indonesia mempunyai standar internasional, sehingga bisa diterima oleh bank internasional, kemudian investor internasional akan tertarik menanamkan modal investasi energi surya. Ingat hampir 50% harga PLTS itu ada di sel surya fotovoltaik, jadi kalau harga PLTS Rp 100 milyar, maka Rp 50 milyar itu adalah harga modul surya. Energi terbarukan itu sudah menjadi primadona dunia karena issue pemanasan global. 

Jadi janganlah terus menerus TKDN dijadikan primadona semu, sementara hutang negara makin bertumpuk, rakyat semakin menderita dengan kebutuhan energi listrik ekonomis yang langka.

Kalau boleh saya bermimpi, tujuan TKDN sudah harus direformasi dan diganti dengan filosofi baru TKDNI, dimana singkatan I adalah standar internasional artinya semua industri jangan berlindung di ketiak TKDN tetapi harus mempunyai standar kontrak internasional global, tentunya kalau harga pasar dunia turun, maka produk harus tetap kompetitif. Jangan seperti TKDN otomotif BBM fosil, ketika harga pasar dunia turun dan harga BBM disubsidi, ehh malah minta terus diproteksi. Inilah salah satu biang ekonomi biaya tinggi yang menggerus devisa negara.  

E-BOOK GRATIS 115 HALAMAN :
MUDAH-MUDAHAN BERGUNA UNTUK SEMUANYA : CALEG DPR/DPRD, PENGAMAT KEBIJAKAN PUBLIK, PENGAMAT ENERGI, INSINYUR MUDA, BUPATI, GUBERNUR, WALIKOTA, PEMBUAT PELAKSANA KEBIJAKAN PUBLIK, PENYIDIK DAN PENEGAK HUKUM :

CLICK COVER DEPAN E-BOOK INI :
https://drive.google.com/file/d/0B3NuRG2hANhaU3BvZmJncEJYRW8/edit?usp=sharing
 https://drive.google.com/file/d/0B3NuRG2hANhaY21JQlFWM01HRnM/edit?usp=sharing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar