Rabu, 25 Desember 2013

(10) TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI STANDAR INTERNASIONAL TKDNI


Proyek pembangkit listrik itu vital untuk kepentingan orang banyak, 250 juta rakyat Indonesia mendambakan listrik yang murah dan handal, dan juga mengharapkan PT PLN (Persero) dapat menjadi  perusahaan yang profitable kemudian menjadi perusahaan go internasional. Sejak tahun 2007 digulirkan proyek 10.000 MW sampai sekarang tahun 2013, tidak ada audit independen yang menilai. Berbeda dengan proyek pembangkit didanai ADB, Bank Dunia dan bank-bank internasional lainnya, sangat jelas auditnya. 

Satu contoh sederhana saja, adakah kontraktor lokal EPC mempunyai pengalaman internasional, jika tidak , seharusnya leader konsorsium dipimpin oleh kontraktor yang berstandar internasional meskipun harus kontraktor asing. 

Atau paling tidak setelah 5 tahun mengerjakan PLTU 10.000 MW, adakah kontraktor EPC yang berlabel TKDN 70% mampu go internasional menjadi kontraktor EPC global. 

Proyek PLTU paling kecil bernilai Rp 400 milyar, itulah dengan regulasi TKDN membuat kontraktor lokal ingin menjadi pemenang dan pelaksana, walaupun tidak mempunyai nilai kecukupan modal dan jaminan kolateral senilai angka raksasa tersebut. Apakah dengan regulasi TKDN itu, hanyalah kepentingan politik untuk membagi-bagi agar bank dapat dibobol oleh para pengusaha dan penguasa yang ingin mengkorupsi.

Seperti katak dalam tempurung, 30 tahun TKDN hasilnya adalah industri/jasa konstruksi yang tidak bisa bertarung di arena global. Jadi jangan bisa omong kosong globalisasi kalau tidak bisa go internasional, walaupun TKDN sudah mencapai 70 % bahkan 100%.

Untuk energi terbarukan yakni energi surya, saya rasanya melihat suatu fenomena TKDN yang akan menggagalkan emergensi kebutuhan listrik yang mendesak dan program global energi terbarukan untuk mengurangi pemanasan global.

Harga modul surya pasar dunia saat ini sudah turun USD 0.55 per watt, sementara harga TKDN baru bisa mencapai USD 1.1 per watt. Standar TKDN produk nasional kita selama 10 tahun ini tidak bisa lulus menjadi standar internasional IEC, TUV, ketahanan 20 tahun, dll. Dari selisih harga saja, sudah terlihat betapa masa depan energi terbarukan surya di Indonesia adalah sangat suram. Seperti saya sebutkan sebelumnya 50% biaya pembangkit PLTS adalah di modul surya. Kalau modul surya lokal tidak bisa mempunyai standar internasional terus harganya 2x lipat harga pasar dunia. Apa kata dunia?? 

Terus menerus industri TKDN menjadi bayi-bayi prematur yang hidup dalam inkubator yang memakan devisa negara.    


E-BOOK GRATIS 115 HALAMAN :
MUDAH-MUDAHAN BERGUNA UNTUK SEMUANYA : CALEG DPR/DPRD, PENGAMAT KEBIJAKAN PUBLIK, PENGAMAT ENERGI, INSINYUR MUDA, BUPATI, GUBERNUR, WALIKOTA, PEMBUAT PELAKSANA KEBIJAKAN PUBLIK, PENYIDIK DAN PENEGAK HUKUM :

CLICK COVER DEPAN E-BOOK INI :
https://drive.google.com/file/d/0B3NuRG2hANhaU3BvZmJncEJYRW8/edit?usp=sharing
https://drive.google.com/file/d/0B3NuRG2hANhaY21JQlFWM01HRnM/edit?usp=sharing

      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar